Thursday, March 5, 2009

: ***Air Mata Rasulullah S.A.W

Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut

Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan
Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai
menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu,Rasulullah
dengan suara terbatas memberikan Khutbah,
"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya.
Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang
mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun
menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah
tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua,"keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya didunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap
Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat
itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan
detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi,
tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya, Rasulullah
sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi
pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk,"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan
dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan
bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur
Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang
menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak
dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,"kata Rasulullah, Fatimah
pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril
tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu
dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?"
Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu, " kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman
kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah
berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya
Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak
tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua
siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."Badan Rasulullah mulai dingin,
kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan
telinganya.

"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan
peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai
terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan! di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini,
mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik
wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

No comments:

Post a Comment